Suatu hari, ada seorang anak yang disuruh ibunya untuk membeli air mineral di toko langganan. Seperti biasa, ibunya selalu menasihati anaknya yang baru kelas enam SD agar berhati-hati di jalan karena tokonya yang dimaksud berada di pinggiran jalan besar. Sesampai di toko, si anak baru tahu kalau ternyata stok air mineral habis.
Penjaga toko kemudian menyuruh anak tersebut untuk membeli air mineral ke toko lain yang berada di seberang jalan. Akhirnya anak tersebut memutuskan untuk pergi ke toko di seberang jalan daripada harus kembali ke rumah. Melihat jalan yang ramai kendaraan, si anak hanya bisa berdiri menghadap jalan raya sambil memegang galon air mineral yang kosong dan sesekali memandangi toko di seberang jalan. Anak tersebut ternyata tidak terbiasa menyeberang jalan, terlebih ketika sedang ramai kendaraan seperti itu. Walhasil, sudah setengah jam anak tersebut hanya berdiri tanpa berani menyeberang jalan.
Seorang bapak kemudian menghampirinya sambil bertanya, “Kamu mau ke mana, nak? Dari tadi Bapak perhatikan kamu berdiri di pinggir jalan. Itu berbahaya.” “Saya mau ke toko seberang itu Pak, tapi enggak berani. Takut,” jawab si anak. “Kenapa enggak minta tolong?” tanya si Bapak lagi. “Enggak ah Pak, saya tunggu saja sampai tidak ada kendaraan yang lewat”, jawab si anak “Nak, kalau menunggu jalan raya ini sepi, bisa-bisa kamu baru bisa menyeberang saat tengah malam. Tokonya keburu tutup, donk?” papar si bapak.
“Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?” tanya si Anak. “Kamu harus cari dulu tempat penyeberangan, lalu berjalan pelan-pelan menyeberang jalan. Sepanjang kamu tidak bergerak, kamu tidak akan sampai ke toko itu”, papar si bapak sambil memegang tangan anak tersebut untuk mengajaknya menyeberangi jalan.
***
Dari cerita sederhana di atas, bisa diambil pelajaran bahwa :
"Ketika kita memiliki keinginan meraih tujuan dan cita-cita, maka kita haruslah bergerak. Tidak menjadi soal apakah bergerak yang dimaksud tergolong cepat ataupun lambat. Yang pasti, dengan bergerak kita akan melangkah maju menuju tujuan akhir."
Karena ketika kita diam atau tidak bergerak, maka mana mungkin tujuan bisa kita capai sesuai harapan. Ketika diam, maka jarak antara kita dan harapan tidak akan berubah sama sekali, bahkan bisa jadi harapan itu akan pergi menjauh sebelum kita dapat mengejarnya. Jadi, bergeraklah dan mengalirlah seperti air.
Jika kita perhatikan, air yang mengalir akan memberikan kehidupan bagi lingkungan di sekitarnya. Berbeda ketika air itu bergerak maka ia akan mengalir mengikuti aliran dan sangat mungkin air tersebut akan memiliki banyak manfaat. Banyak makhluk hidup yang menikmati kehidupan karena bisa merasakan manfaat air yang mengalir tersebut.
Lalu bagaimana dengan kita? Sejak awal manusia ditakdirkan oleh Allah Swt. menjadi makhluk yang bergerak (dinamis).
Sebelum terlahir, kita semua harus melewati berbagai proses dan fase pembentukan yang cukup rumit di dalam rahim ibu dan sebagian besar dari kita bisa bertahan (hidup) hingga terlahir ke dunia. Setelah lahir, kita semua mengalami masa-masa pertumbuhan yang begitu cepat. Perubahan bentuk tubuh, karakter, serta kepribadian bergerak dan tumbuh dengan sangat dinamis. Di setiap kesempatan, proses dinamisasi ini terus berkembang seiring kemampuannya untuk tetap hidup di tengah keragaman lingkungan serta kemampuan adaptasi terhadap heterogenitas yang ditemuinya.
Namun kalau boleh kita jujur terkadang pada satu titik tertentu kita terpaksa atau dipaksa berhenti dari pergelutan arus dinamika diri. Kita merasakan kelelahan hingga pikiran dan jiwa kita berhenti berkembang. Rasa malas atau keengganan berpindah dari zona nyaman lebih menguasai ketimbang ambisi dan semangat untuk terus berkembang. Sementara fisik kita terus bergerak, bertambah usia, hingga berubah menjadi tua; pikiran dan jiwa kita tetap tidak berubah.
Dulu, saat usia kita satu tahun dan sedang belajar berjalan; tubuh, pikiran, dan hati kita begitu kompak. Satu hal yang saat itu ada dalam benak kita adalah harus bisa berjalan seperti layaknya anak-anak lain yang sudah bisa berjalan. Meskipun jatuh bangun dan terkadang mengalami luka, kita tidak pernah patah semangat untuk belajar dan terus belajar hingga akhirnya bisa berjalan.
Dinamisasi terjadi begitu cepat saat kita kecil. Namun begitu berhadapan dengan berbagai masalah dan hambatan yang terjadi saat kita dewasa, proses dinamisasi itu terkadang sedikit melambat dan bahkan mungkin saja berhenti. Rasa ingin tahu, semangat pantang menyerah, independensi, dan kreativitas seakan-akan jalan di tempat.
Mengapa hal ini terjadi? Menurut Imam Musbikin (2006 : 7), salah satu penyebab terhambatnya kreativitas adalah tidak adanya dorongan bereksplorasi yang lebih disebabkan oleh kendurnya rasa ingin tahu dan kurangnya stimulus dari lingkungan. Orang yang tidak kreatif cenderung malas mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
Kita semua hidup di dunia yang sama, yaitu dunia yang fluktuatif. Terkadang ada bahagia dan terkadang ada pula kecewa. Ada saatnya kesukesan menghampiri namun di saat yang lain keterpurukan kita temui. Karenanya, Rasulullah Saw. menyuruh umatnya untuk selalu bersikap optimis dalam keadaan apa pun sebagaimana sabdanya, “Kalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberi rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki, ia berangkat pagi-pagi dengan perut kosong dan kembali dengan perut terisi.” (H.R. Turmudzi).
Tentunya, kita harus selalu optimis dan bertawakal kepada Allah Swt. dengan terus bergerak, berkarya, dan berbuat sesuatu; sekecil apa pun itu. Seperti burung yang selalu bergerak mencari makanan untuk anak-anaknya meskipun harus membelah hujan dan seperti air yang terus mengalir memberikan manfaat bagi kehidupan di sekitarnya. Semoga!
SUMBER : YOGI P.SUGIAR
Penjaga toko kemudian menyuruh anak tersebut untuk membeli air mineral ke toko lain yang berada di seberang jalan. Akhirnya anak tersebut memutuskan untuk pergi ke toko di seberang jalan daripada harus kembali ke rumah. Melihat jalan yang ramai kendaraan, si anak hanya bisa berdiri menghadap jalan raya sambil memegang galon air mineral yang kosong dan sesekali memandangi toko di seberang jalan. Anak tersebut ternyata tidak terbiasa menyeberang jalan, terlebih ketika sedang ramai kendaraan seperti itu. Walhasil, sudah setengah jam anak tersebut hanya berdiri tanpa berani menyeberang jalan.
Seorang bapak kemudian menghampirinya sambil bertanya, “Kamu mau ke mana, nak? Dari tadi Bapak perhatikan kamu berdiri di pinggir jalan. Itu berbahaya.” “Saya mau ke toko seberang itu Pak, tapi enggak berani. Takut,” jawab si anak. “Kenapa enggak minta tolong?” tanya si Bapak lagi. “Enggak ah Pak, saya tunggu saja sampai tidak ada kendaraan yang lewat”, jawab si anak “Nak, kalau menunggu jalan raya ini sepi, bisa-bisa kamu baru bisa menyeberang saat tengah malam. Tokonya keburu tutup, donk?” papar si bapak.
“Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?” tanya si Anak. “Kamu harus cari dulu tempat penyeberangan, lalu berjalan pelan-pelan menyeberang jalan. Sepanjang kamu tidak bergerak, kamu tidak akan sampai ke toko itu”, papar si bapak sambil memegang tangan anak tersebut untuk mengajaknya menyeberangi jalan.
***
Dari cerita sederhana di atas, bisa diambil pelajaran bahwa :
"Ketika kita memiliki keinginan meraih tujuan dan cita-cita, maka kita haruslah bergerak. Tidak menjadi soal apakah bergerak yang dimaksud tergolong cepat ataupun lambat. Yang pasti, dengan bergerak kita akan melangkah maju menuju tujuan akhir."
Karena ketika kita diam atau tidak bergerak, maka mana mungkin tujuan bisa kita capai sesuai harapan. Ketika diam, maka jarak antara kita dan harapan tidak akan berubah sama sekali, bahkan bisa jadi harapan itu akan pergi menjauh sebelum kita dapat mengejarnya. Jadi, bergeraklah dan mengalirlah seperti air.
Jika kita perhatikan, air yang mengalir akan memberikan kehidupan bagi lingkungan di sekitarnya. Berbeda ketika air itu bergerak maka ia akan mengalir mengikuti aliran dan sangat mungkin air tersebut akan memiliki banyak manfaat. Banyak makhluk hidup yang menikmati kehidupan karena bisa merasakan manfaat air yang mengalir tersebut.
Lalu bagaimana dengan kita? Sejak awal manusia ditakdirkan oleh Allah Swt. menjadi makhluk yang bergerak (dinamis).
Sebelum terlahir, kita semua harus melewati berbagai proses dan fase pembentukan yang cukup rumit di dalam rahim ibu dan sebagian besar dari kita bisa bertahan (hidup) hingga terlahir ke dunia. Setelah lahir, kita semua mengalami masa-masa pertumbuhan yang begitu cepat. Perubahan bentuk tubuh, karakter, serta kepribadian bergerak dan tumbuh dengan sangat dinamis. Di setiap kesempatan, proses dinamisasi ini terus berkembang seiring kemampuannya untuk tetap hidup di tengah keragaman lingkungan serta kemampuan adaptasi terhadap heterogenitas yang ditemuinya.
Namun kalau boleh kita jujur terkadang pada satu titik tertentu kita terpaksa atau dipaksa berhenti dari pergelutan arus dinamika diri. Kita merasakan kelelahan hingga pikiran dan jiwa kita berhenti berkembang. Rasa malas atau keengganan berpindah dari zona nyaman lebih menguasai ketimbang ambisi dan semangat untuk terus berkembang. Sementara fisik kita terus bergerak, bertambah usia, hingga berubah menjadi tua; pikiran dan jiwa kita tetap tidak berubah.
Dulu, saat usia kita satu tahun dan sedang belajar berjalan; tubuh, pikiran, dan hati kita begitu kompak. Satu hal yang saat itu ada dalam benak kita adalah harus bisa berjalan seperti layaknya anak-anak lain yang sudah bisa berjalan. Meskipun jatuh bangun dan terkadang mengalami luka, kita tidak pernah patah semangat untuk belajar dan terus belajar hingga akhirnya bisa berjalan.
Dinamisasi terjadi begitu cepat saat kita kecil. Namun begitu berhadapan dengan berbagai masalah dan hambatan yang terjadi saat kita dewasa, proses dinamisasi itu terkadang sedikit melambat dan bahkan mungkin saja berhenti. Rasa ingin tahu, semangat pantang menyerah, independensi, dan kreativitas seakan-akan jalan di tempat.
Mengapa hal ini terjadi? Menurut Imam Musbikin (2006 : 7), salah satu penyebab terhambatnya kreativitas adalah tidak adanya dorongan bereksplorasi yang lebih disebabkan oleh kendurnya rasa ingin tahu dan kurangnya stimulus dari lingkungan. Orang yang tidak kreatif cenderung malas mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
Kita semua hidup di dunia yang sama, yaitu dunia yang fluktuatif. Terkadang ada bahagia dan terkadang ada pula kecewa. Ada saatnya kesukesan menghampiri namun di saat yang lain keterpurukan kita temui. Karenanya, Rasulullah Saw. menyuruh umatnya untuk selalu bersikap optimis dalam keadaan apa pun sebagaimana sabdanya, “Kalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberi rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki, ia berangkat pagi-pagi dengan perut kosong dan kembali dengan perut terisi.” (H.R. Turmudzi).
Tentunya, kita harus selalu optimis dan bertawakal kepada Allah Swt. dengan terus bergerak, berkarya, dan berbuat sesuatu; sekecil apa pun itu. Seperti burung yang selalu bergerak mencari makanan untuk anak-anaknya meskipun harus membelah hujan dan seperti air yang terus mengalir memberikan manfaat bagi kehidupan di sekitarnya. Semoga!
SUMBER : YOGI P.SUGIAR